Budaya pulang kampung setelah
merantau beberapa tahun di berbagai daerah, ibukota negara atau bahkan di luar
negeri (mudik) sudah menjadi icon tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Mudik biasanya
dilakukan pada H -10 sebelum hari-hari besar keagamaan datang. Di tanah air, tradisi
mudik lebih kentara dilakukan masyarakat perantau pada saat perayaan hari Raya
Idul Fitri.
Macam-macam gaya
dan tujuan orang mudik ketika jelang Idul Fitri. Ada yang membawa beberapa
tentengan plastik kecil, gardus, tas ransel, koper hingga karung beras yang di
dalamnya, tentu saja berisi oleh-oleh atau pakaian. Demikian pula dengan tujuan
orang mudik; ada yang sudah rindu sekali dengan kampung halamannya karena sudah
lama tidak berjumpa dengan orang tua, keluarga, sanak saudara atau teman
sekolah SD dulu. Selain itu, ada juga yang ingin sekali memperlihatkan kepada
kampung halamannya bahwa ‘aku’ sudah berhasil dan sukses di ‘negeri’ orang.
Jika diamati dari sisi penggunaan alat transportasi, juga beragam jenis. Ada yang menggunakan pesawat terbang, kapal laut, bis, kereta api, mobil pribadi, mobil rental, truk sedang hingga sepeda motor. Bagi perusahaan angkutan umum –laut, darat dan udara—mulai H -10 sudah ‘panen’ rejeki. Parahnya lagi, dari tahun ke tahun biasanya jelang dua minggu sebelum hari ‘H’, harga tiket pun selalu naik antara 15 — 25%.
Bagi sebagian pemudik kenaikan harga tiket tidak menjadi soal, namun bagi sebagian lainnya kenaikan harga tiket dari hari biasa akan menjadi masalah serius. Apalagi para pemudik yang sudah berkeluarga, dan memiliki anggota keluarga 2 atau 3 orang. Akibatnya, banyak pemudik yang jarak tempuhnya berkisar 3 – 6 jam perjalanan lebih memilih menggunakan sepeda motor.
Di sisi lain, tidak sedikit pemudik yang tidak kebagian tiket –baik kereta api, kapal laut atau bis karena sudah habis terjual. Sehingga para perantau yang ingin mudik, terpaksa mudiknya pada H+2 atau H+3. Yang menarik, jelang Idul Fitri 1433 H kemarin juga ada pemudik gratisan. Pemudik ini sudah disediakan tiket gratis. Logikanya, pantesan tiket sudah terjual sejak sebelum datangnya bulan Ramadhan, karena sudah diboking duluan.
Bagi yang dapat tiket gratis –umumnya wong cilik, tentu saja semakin menambah asyiknya mudik lebaran 2012 karena dapat merayakan Idul Fitri di kampung halamannya. Kasus tiket gratis, jika dianalisis dalam wacana komunikasi politik, ada dua pemaknaan. Secara implisit fenomena ini memberi sinyal bahwa Jakarta pada bulan depan akan pilkada putaran ke-2, dan pesta demokrasi (pemilu) 2014 juga semakin dekat. Sedang secara eksplisit, warga mudik yang mendapat tiket gratis diharapkan mampu membawa signal-signal atau simbol-simbol tiket gratis bagi kaumnya, sanak keluarga atau handai taulan ketika berlebaran ria di kampung halaman.
Sementara itu, setelah usai “pesta lebaran” dirasa puas dinikmati oleh para pemudik, biasanya pada H+3 hingga H+10 mereka akan kembali lagi ke tempat perantauannya (arus balik) dengan wajah ceria meskipun lelah dan capek luar biasa. Umumnya pada saat arus balik barang bawaan mereka tidak lagi banyak seperti waktu mudik. Namun para pengikut dalam arus balik setiap tahun meningkat, bahkan selalu menjadi beban pemerintah setempat.
Fenomena ini juga menjadi tradisi dalam mayarakat kita setiap tahun, sekaligus menjadi dilema bagi pemerintah kota atau daerah penampung. Indikasi dari migrasinya pengikut para arus balik, selain serasa lowongan kerja tidak tercover, juga bisa diprediksikan jumlah pengangguran dan kriminalitas makin meningkat beberapa bulan berikutnya. [.]
Jika diamati dari sisi penggunaan alat transportasi, juga beragam jenis. Ada yang menggunakan pesawat terbang, kapal laut, bis, kereta api, mobil pribadi, mobil rental, truk sedang hingga sepeda motor. Bagi perusahaan angkutan umum –laut, darat dan udara—mulai H -10 sudah ‘panen’ rejeki. Parahnya lagi, dari tahun ke tahun biasanya jelang dua minggu sebelum hari ‘H’, harga tiket pun selalu naik antara 15 — 25%.
Bagi sebagian pemudik kenaikan harga tiket tidak menjadi soal, namun bagi sebagian lainnya kenaikan harga tiket dari hari biasa akan menjadi masalah serius. Apalagi para pemudik yang sudah berkeluarga, dan memiliki anggota keluarga 2 atau 3 orang. Akibatnya, banyak pemudik yang jarak tempuhnya berkisar 3 – 6 jam perjalanan lebih memilih menggunakan sepeda motor.
Di sisi lain, tidak sedikit pemudik yang tidak kebagian tiket –baik kereta api, kapal laut atau bis karena sudah habis terjual. Sehingga para perantau yang ingin mudik, terpaksa mudiknya pada H+2 atau H+3. Yang menarik, jelang Idul Fitri 1433 H kemarin juga ada pemudik gratisan. Pemudik ini sudah disediakan tiket gratis. Logikanya, pantesan tiket sudah terjual sejak sebelum datangnya bulan Ramadhan, karena sudah diboking duluan.
Bagi yang dapat tiket gratis –umumnya wong cilik, tentu saja semakin menambah asyiknya mudik lebaran 2012 karena dapat merayakan Idul Fitri di kampung halamannya. Kasus tiket gratis, jika dianalisis dalam wacana komunikasi politik, ada dua pemaknaan. Secara implisit fenomena ini memberi sinyal bahwa Jakarta pada bulan depan akan pilkada putaran ke-2, dan pesta demokrasi (pemilu) 2014 juga semakin dekat. Sedang secara eksplisit, warga mudik yang mendapat tiket gratis diharapkan mampu membawa signal-signal atau simbol-simbol tiket gratis bagi kaumnya, sanak keluarga atau handai taulan ketika berlebaran ria di kampung halaman.
Sementara itu, setelah usai “pesta lebaran” dirasa puas dinikmati oleh para pemudik, biasanya pada H+3 hingga H+10 mereka akan kembali lagi ke tempat perantauannya (arus balik) dengan wajah ceria meskipun lelah dan capek luar biasa. Umumnya pada saat arus balik barang bawaan mereka tidak lagi banyak seperti waktu mudik. Namun para pengikut dalam arus balik setiap tahun meningkat, bahkan selalu menjadi beban pemerintah setempat.
Fenomena ini juga menjadi tradisi dalam mayarakat kita setiap tahun, sekaligus menjadi dilema bagi pemerintah kota atau daerah penampung. Indikasi dari migrasinya pengikut para arus balik, selain serasa lowongan kerja tidak tercover, juga bisa diprediksikan jumlah pengangguran dan kriminalitas makin meningkat beberapa bulan berikutnya. [.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar