Pada umumnya ketika seseorang yang berkeinginan untuk
memperkenalkan diri pada masyarakat, mereka selalu berusaha tampil manis dalam
setiap kesempatan dengan bahasa dan raut wajah yang sangat mudah dipahami. Gejala ini dalam bahasa komunikasi bisa dimaknai
sebagai fenomena komunikasi verbal dan non verbal dalam upaya mempresentasikan
diri secara nyata dengan harapan ada feedback positif dari khalayak. Dari kacamata politik, gaya orasi seseorang melalui mimbar terbuka atau diskusi tertutup bisa
dipahami sebagai siasat seseorang dalam rangka menarik simpati publik agar menguatkan
sikap khlayak untuk mendukungnya pada suatu pemilihan tertentu.
Begitulah kondisi riilnya manusia yang berambisi untuk
menjadi penguasa atau pimpinnan dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan. Upaya
presentasi diri tersebut, tidak terbatas pada komunikasi verbal dan non verbal
saja, namun juga dilakukan melalui media publik –cetak dan elektronik. Selain
itu, seseorang yang berhasrat untuk menjadi pemimpin biasanya juga telah
membentuk titik-titik pemenangan suara yang sering disebut tim sukses.
Tim sukses ini bekerja siang malam untuk calon
kandidatnya –meskipun tidak mendapat posisi apa-apa di lingkaran kekuasaan pada
saat calonnya terpilih. Namun pada umumnya para tim sukses ini tidaklah gila
bekerja siang malam kalau tidak mengharapkan hubungan timbal balik secara riil dari
calon dukungannya. Namun, dalam realitas tidak semua
pendukung utama sang kandidat dapat tercover dengan baik. Implikasinya, laksana
kucing keciprat air panas atau kelabaan karena merasa dikhianati oleh kandidat.
Deskripsi
ini adalah fakta yang tidak terbantahkan dalam sistem hubungan sosial kemasyarakatan
jika ditinjau dari sudut psikologi komunikasi politik. Dalam banyak kasus
konteks ini tidak pernah diketahui publik secara nyata, namun secara psikologi
para anggota in-group (tim sukses) suatu kandidat terpilih sangat merasakan
sayatan perih dari konsekuensi politik yang diterimanya.Diakui
atau tidak, kenyataan psikologis ini hanya para tim sukseslah yang mengunyah
dan mengenyamnya, sementara masyarakat umum hanya bisa mengamati dari sikap dan
tampilan perilaku mereka disaat mereka berinteraksi dan berkomunikasi dalam
berbagai kesempatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar